Kamis, 29 Januari 2015

KISAH TAK SEMPURNA (Bag. 2)

Bagian 2



Desember 2006, awal musim dingin
Kuhirup rokokku yang ketiga perlahan saat menatap suasana pagi sekitar kota London dari jendela flat yang kutempati. Berulang kali Kenzie memintaku untuk membeli single house, namun aku lebih suka seperti ini. Aku lebih suka tinggal di flat. Flat yang kutempati di Marylebone, pusat kota London. Disini pula beberapa penyanyi terkenal pernah tinggal.
Salju memang belum turun. Namun dingin seakan-akan sudah merayap masuk. Sudah satu tahun aku meninggalkan Indonesia. Satu tahun ini aku belum pulang ke Indonesia. Aku tidak pernah mengontak teman-temanku. Bahkan John.  Aku hanya mengontak orangtuaku dan adik kecilku yang sekarang sudah berumur tujuh tahun. Satu tahun aku disini, aku tidak pernah ingin pulang. London sudah menjadi tempat keduaku.
Aku melihat seorang gadis memakai kruk melintasi jalan. Melihat gadis itu aku teringat akan Lila. Gadis yang membuatku jatuh cinta pada saat pertama aku melihatnya. Saat pertama aku memandang mata indahnya yang selalu sedih. Merasakan bahwa kami pernah bertemu sebelumnya.
Sebelum bertemu dengan dia, aku tidak pernah perduli pada wanita. Aku tidak pernah ingin mempunyai komitmen pada mereka. Aku tidak suka terikat pada sebuah perjanjian. Aku menganggap mereka hanya menyusahkan dan merepotkan. Namun saat melihat dia seperti itu, aku merasa perlu untuk merawatnya. Dia telah membawa cinta dalam bentuk yang berbeda. Cinta yang tidak pernah harus selalu mementingkan diri sendiri.
Aku mengingat kembali saat-saat  awal persahabatan kami, saat-saat awal aku merasakan getaran aneh dalam diriku saat berdekatan dengannya. Mengingat kembali saat dirumah sakit. Tiga hari dirumah sakit selalu aku manfaatkan. Saat dia sulit tidur, aku akan menyanyikan lagu untuknya. Hal yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya. Aku berharap dia tahu kenapa aku menyanyikan lagu yang sama berulang kali. Berharap dia bertanya kenapa aku menyanyikan lagu yang sama. Namun dia tidak pernah menanyakan padaku. Tidak pernah tahu bahwa aku cinta padanya.
Aku mencium dahinya atau kedua matanya saat dia sudah tertidur. Atau menciumi punggung tangannya dan mengirup dalam-dalam aroma tangannya saat dia tertidur. Aku berani melakukannya saat dia tertidur. Berulang kali berbicara padanya bahwa aku mencintainya saat dia tertidur juga. Aku terlalu takut untuk berbicara langsung padanya. Dia adalah gadis yang tidak terduga. Jalan fikirannya sangat sulit untuk ditebak.
Aku benci menerima kenyataan bahwa Lila menerima cinta Bima. Benci saat melihat mereka berdua berjalan bergandengan tangan. Aku berusaha untuk menerima kenyataan bahwa mereka bersama, namun ternyata tidak. Sebagian besar aku berusaha menghindari Lila.
Aku tidak terlalu dekat dengan Bima. Namun aku tahu bahwa dia suka mempermainkan wanita. Dia tidak pernah tahan dengan satu wanita. Aku berharap sikap Bima berubah pada Lila. Karena Lila telah merubahku juga menjadi lebih baik.
Aku memberanikan diri untuk menyatakan cintaku padanya tiga hari sebelum pesta kelulusanku. Itupun karena aku mengetahui bahwa aku sudah bertunangan dengan seorang gadis saat usia kami sama-sama lima tahun. Orangtuaku mengatakan bahwa gadis itu menghilang. Aku harap gadis itu tidak pernah ditemukan karena aku tidak akan bisa mencintainya.
Satu tahun ini aku mengira aku bisa melupakan dia. Satu tahu ini aku berusaha menyibukkan diriku melakukan kegiatan apapun di luar menyanyi. Entah itu gym, bola atau basket. Namun ternyata aku salah. Sejauh apapun aku melangkah, semakin sulit aku melupakannya. Hanya janjiku padanya waktu itu yang mengingatkanku kenapa aku sampai disini. Mengingat perkataannya malam itu membuat hatiku sakit. Perkataannya yang lembut hanya membuat aku semakin hancur. Aku lebih suka dia marah padaku atau berteriak daripada berkata lembut namun menyakitkan. Tetapi aku tidak pernah berhenti mencintainya. Jauh dari dalam hatiku, aku membutuhkannya. Membutuhkannya disetiap tarikan nafas, disetiap aliran darah dan disetiap serat kehidupanku.
Aku mendengar seseorang membuka pintu flat. Aku sudah tahu siapa yang datang. Tidak ada orang lain lagi yang akan menemuiku pagi ini.
“Ada apa Zizi?” Tanyaku tanpa mengalihkan perhatian dari jendela.
Kenzie adalah wanita yang baik. Dia tiga tahun lebih tua daripada aku. Sesungguhnya dia memiliki postur tubuh indah. Namun aku tidak mempunyai perasaan apapun padanya. Dia sudah aku anggap sebagai saudaraku sendiri.
Dia sangat benci saat aku memanggilnya dengan panggilan itu. Dia tahu kenapa aku memanggilnya dengan panggilan itu.
Kenzie mendengus kesal “Aku membawakan sesuatu untukmu.”
 “Aku tahu kau tidak suka di ganggu pagi ini. But… come on. Life must go on.” Ujarnya lagi berdiri disampingku.
 “Aku tidak lapar.” Kataku menatapnya.
Come on.” Ajaknya. “Kau butuh sarapan pagi. Aku membawakanmu susu dan pasta.” Katanya dengan tersenyum.
Ku alihkan pandanganku kembali ke luar jendela. Menghisap rokokku yang saat ini hampir habis. Susu dan pasta. Mengingat itu, membuatku teringat padanya. Mengapa semua mengingatkan padanya.
Kuhirup nafas dalam-dalam. “Aku tidak suka susu dan pasta. Apakah kau lupa itu?” Keluhku. “Tolong jangan kau bawakan barang-barang yang mengingatkanku padanya.”
Kenzie mendekatiku dan berdiri disampingku. “I’m so sorry.” Ucapnya. “Aku tidak bermaksud untuk membuat kau mengingat kembali dia.”
“Dia sangat menyukai pasta buatanku.” Kataku tersenyum mengingat wajahnya yang gembira dan mengatakan dia punya makanan favorit baru.  
Aku tertawa pelan mengingat kepolosannya saat melihat keju yang kutaburi diatas pasta. Bibirnya membentuk huruf O saat aku katakan itu adalah keju. Dia mencobanya dan tersenyum bahwa itu adalah pertama kalinya dia tahu bahwa rasa keju seperti itu.
Aku beruntung bertemu dengan Kenzie. Dia tidak pernah mengeluh. Dan selalu mendengarkan ceritaku mengenai Lila.
 “Hey, sore ini akan ada mini konser kita. Aku harap kau masih ingat.”  Katanya sambil terkekeh.
Aku mengangkat alis padanya yang masih berdiri disampingku. “Kenapa aku harus lupa?” Tanyaku.
Dia hanya menggeleng kepala dan terkekeh. “Yah, mungkin saja kau lupa karena kau selalu berkubang dalam kesedihan.”
Aku tertawa pelan. Aku tidak pernah bisa marah padanya. Sesungguhnya maksud dia baik. “Kau bisa sungguh menyebalkan.”
Dia mengangkat bahu dan berjalan ke dapur. “Aku memang menyebalkan.”
Aku mengikutinya ke dapur. Membuang sisa rokokku ke wastafel kemudian duduk di meja makan, kupandangi susu dan pasta yang dibawa Kenzie dengan wajah muram. Haruskah aku memakan ini? melihat kedua makanan ini tenggorokanku seakan-akan terasa tercekat. Sebelum aku mengambilnya, Kenzie sudah merebutnya dan memasukkan kembali ke kantong yang dibawanya.
“Kau tidak perlu memakannya jika kau tidak suka.” Desahnya. “Aku akan membuatkanmu sandwich.”
Kami berdua makan dalam keheningan. Aku mengingat kembali saat aku tiba disini. Aku tidak pernah berharap untuk menjadi seorang penyanyi. Walaupun ada keinginan untuk itu. Aku sudah belajar menyanyi sejak usiaku dua tahun. Aku belajar menyanyi dari ibuku. Bunda pernah bercerita bahwa dia seorang penyanyi walau hanya penyanyi café. Namun sepak bola adalah kesenanganku. Aku sangat menyukai sepak bola. Aku mengikuti sekolah sepak bola saat usiaku enam tahun dan berhenti setelah aku memasuki SMA.
Awalnya aku tidak tahu bahwa Kenzie adalah penyanyi solo di London. Hingga dia mengajakku untuk berduet karena kebetulan dia sedang menggarap albumnya. Kenzie mendengarkanku bernyanyi sendiri saat aku mendengarkan musik melalui IPod-ku. Sambil memejamkan mata, Kenzie mengatakan bahwa suaraku bagus.
Atas saran Kenzie, aku mengubah namaku. Aku mengambil nama panggilan ayahku. Suma. Kupotong rambutku yang panjang menjadi pendek. Untuk meninggalkan kesan urakan. Begitu Kenzie mengatakan kepadaku.
Aku menciptakan lagu duet pertamaku bersama Kenzie yang berjudul beautiful eyes. Yang menceritakan awal aku bertemu dengan Lila. Kami juga berkolaborasi dengan berbagai penyanyi lokal London dan mengeluarkan album cinta yang berjudul all about you. Lila akan selalu menjadi inspirasiku. Selalu.
“Kita ada take vocal setelah ini dan ada gladi bersih siang nanti.” Ucap Kenzie saat aku tidak mengatakan apapun.
“Kau mendengarkan aku? Suma?” Tanyanya lagi.
“Aku dengar.” Sahutku sambil mengunyah.
Dia tersenyum dan mengangguk. “Oh!” Serunya. “12 Februari nanti kau ingin hadiah apa?”
Aku hanya memutar bola mataku. “Aku tidak perlu apapun. Demi tuhan aku bukan anak kecil. Aku akan dua puluh tahun dua bulan lagi.”
“Oke.” Itu saja jawabannya kemudian berdiri membawa semua piring dan gelas ke wastafel.
Kenzie meraih tanganku dan menyeretku keluar dari tempat duduk. “Lets go.
“Zizi… calm down.” Dengusku.
Dia hanya menyeringai masih menyeretku keluar flat. Fred pengawalku sudah menunggu dengan senyum diwajahnya seperti biasa. Dia memiliki postur tubuh tinggi tegap dengan potongan rambut cepak. Membuatnya ditakuti oleh siapapun. Namun dia sangat baik hati dan ramah. Bahkan kepada para fansku saat mereka meminta tanda tanganku. Itu yang membuatku peduli padanya. Istri dari Fred juga masih kerabat dari ibu Kenzie. Bahasa Indonesia Fred juga lumayan lancar. Namun dia lebih suka berbicara dengan bahasa inggris.
Morning boss.” Seringai Fred padaku.
Aku menyeringai kembali. “Morning Fred.”
Aku melihat Cassi asisten Kenzie yang juga adiknya berdiri didepan mobil camaro milik Kenzie. “Hai Cassi.” Sapaku mendekatinya. Cassi tersenyum padaku.
“Siap?” Tanyanya membuka pintu untukku dan Kenzie.
“Lebih dari siap.” Kataku kemudian masuk kedalam mobil.
Take vocal dan gladi bersih yang kami lakukan di Hard Rock Café berjalan dengan lancar. Semoga acara malam nanti berjalan dengan lancar pula.
***
 “Mari kita mulai.” Gumamku kepada Kenzie sesaat sebelum acara dimulai.
Menyanyikan lagu beautiful eyes membuatku mengingat lagi Lila. Aku hanya berfikir Kenzie adalah Lila. Berdiri disini bernyanyi bersamaku.
Mataku mengeksplorasi seluruh penonton yang bertepuk tangan riuh. Lagu pop yang aku bawakan membuat para penonton ikut bernyanyi bersamaku dan Kenzie. Inilah hidupku. Hidup yang tidak pernah aku duga.
Dia akhir acara host menanyakan pendapatku mengenai Kenzie. Aku menatap wajah Kenzie dan tersenyum. “Zizi… umm... I mean Kenzie is… nice girl. Very sweet. She’s make me… happy.” Jawabku. Kenzie tersenyum padaku dan mencium pipiku kemudian memelukku.
Thanks.” Bisiknya pelan memelukku. “Kau adikku. Aku selalu ingin membuatmu bahagia.”
Audience bersorak dan bertepuk tangan mendengarku memuji Kenzie. Kami berdua hanya tertawa saat host mengatakan bahwa kami pasangan yang serasi.
Aku tidak menyangka mini konser kami berjalan dengan lancar. Walaupun hanya berlangsung satu jam, antusiasme mereka sungguh membuatku takjub.
“Untuk merayakannya, bagaimana kalau kita makan malam? Chinatown?” Saran Kenzie.
Aku mengangkat bahu. “Tentu.”
Kami berbicara apapun saat makan malam. Aku memang tidak salah mengatakan bahwa Kenzie adalah gadis yang baik.
Aku mengulurkan tangan dan menggenggam tangannya. “Thank you.”
Alisnya berkerut karena bingung. “For what?
For everything. Untuk kesabaranmu mendengarkan semua masalahku.” Jawabku.
Dia meremas jari-jariku dan mengangguk. “You’re welcome.”
“Umm…. Bisa aku mengatakan sesuatu Arjuna?” Tanyanya lagi padaku. Saat dia memanggilku dengan namaku aku tahu dia ingin membicarakan sesuatu yang serius.
“Katakan saja.” Jawabku dengan mulut penuh sushi.
“Tidakkah kau coba mencari yang lain.  I mean… movin on.” Ucapnya dengan pelan.
Aku hampir tersedak sushi yang kumakan. Buru-buru aku meminum green tea-ku sebelum aku tersedak lebih parah. Aku tidak pernah menyangka dia akan mengatakan itu padaku.
Kupandangi Kenzie yang sekarang tersenyum padaku. Seolah-olah itu hanya sebuah pembicaraan biasa. Apakah dia serius ingin membuatku mencari yang lain? Sampai saat ini aku tidak bisa melihat wanita manapun yang lebih spesial setelah Lila.
“Jadi?...” Tanyanya mengangkat alisnya padaku.
Aku berdehem canggung. “Aku tidak tahu.”
“Kau tahu, mungkin dia disana sudah mempunyai seseorang. Aku hanya tidak ingin kau menggali lubang kau lebih dalam.”
Aku hanya mendengus. “Serius Kenzie? Aku bukan anjing yang menggali lubang.”
Dia tertawa mendapati perkataanku tadi adalah lucu. “Aku serius Arjuna. Kau harus mencoba. Tidak ada salahnya. Banyak wanita disana yang tergila-gila padamu dan ingin menjadi pacarmu setidaknya.”
“Ini masalah hati. Aku bisa saja menunjuk salah satu dari mereka. Namun hatiku tidak pada mereka. Aku tidak ingin mereka kecewa karena aku tidak mencintai mereka.”
Dia meremas tanganku dan menjawab “Kemudian, temukan hati yang cocok untukmu. Aku yakin ada gadis di luar sana yang bisa memenangkan hatimu.”
Aku mendesah. Kenzie, jika ada sesuatu yang dia inginkan, dia tidak akan pernah menyerah. Akan selalu membujukku.
Setelah selesai makan malam, kami kembali pulang. Kurebahkan tubuhku di tempat tidur. pikiranku melayang kembali pada percakapan kami tadi. Bisakah aku mencari pengganti yang lain? Aku tidak pernah bisa melupakan Lila. Sekeras apapun aku mengalihkan perhatianku dengan kegiatan lain, saat tiba aku sendirian, aku akan mengingat lagi. Ku usap wajahku dengan kedua tanganku. Aku berharap aku tidak pernah menjadi dewasa. Aku berharap aku selalu menjadi anak-anak yang tidak merasakan bagaimana sakit hati karena cinta. Cinta yang tidak sampai.
“Lila, semoga kau bahagia.” Bisikku kemudian memejamkan mata.

Bunyi dering telepon mengagetkanku. Ku lihat jam weker di meja. Jam empat pagi. Siapa yang meneleponku sepagi ini.
What?!” Jawabku kasar.
“Kakak?” Seperti suara anak kecil. Kulihat layar di ponselku. Aku tersenyum melihat siapa yang meneleponku. Sinta.
“Hey cantik.” Kataku dengan suara lebih lembut. “Kenapa kau belum tidur?” Tanyaku lagi. Perbedaan waktu kami sekitar 7 jam. Jadi kemungkinan disana sudah malam.
“Kangen kakak.” Jawabnya sedih. “Kapan kakak pulang?” Tanyanya lagi. aku bisa membayangkan bahwa Sinta diambang tangis.
“Kakak tidak tahu. Kakak masih sibuk sayang.” Jawabku. Kali ini memang jujur. Jadwalku memang sangat padat sekarang.
“Kalau kakak tidak sibuk, kakak mau pulang kan?” Tanyanya lagi.
“Iya. kakak akan pulang.” Jawabku. Maaf kakak tidak bisa menepati janji kapan kakak akan pulang.
 “Sekarang kau harus tidur. Sampaikan salam sayang kakak kepada ayah dan bunda.” Kataku pelan.
“Aku cinta kakak.” Katanya dengan suara lucu.
Aku tertawa. “Aku cinta kau juga. Bye sweetie.” Jawabku kemudian menutup telepon. Kembali memejamkan mata. Aku merindukan Sinta. Adik perempuanku satu-satunya.
***
Ini adalah pertengahan bulan Desember. Ini pertama kalinya aku terlibat syuting film pendek untuk valentine. Aku menerima film ini atas bujukan Kenzie. Jujur, aku lebih suka menyanyi daripada syuting. Dengan canggung aku duduk dikursi yang telah disiapkan oleh kru. Kusibukkan diri dengan mendengarkan lagu Nirvana dari IPod-ku. Tepukan dibahu membuatku mengalihkan perhatian pada IPod yang kupegang.
Produser film pak Conwell duduk disampingku. “Ready?” Tanyanya menyerahkan secangkir kopi capucinno padaku. Aksen inggrisnya sangat kentara pada ucapannya.
Aku mengulurkan tangan menerima kopi pemberian darinya. “I’m. Just nervous.” Kataku gugup dan menyesap kopi perlahan. Conwell mengangguk mengerti.
First time, huh?” Tanya pak Brown sang sutradara gemuk berdiri didepanku dengan tersenyum.
“Yeah.” Jawabku menyeringai.
Seorang gadis berlari menghampiri kami. Dia memiliki tinggi mungkin sekitar 155 cm. sangat mungil untuk ukurannya. Rambutnya yang pirang lurus serasi dengan wajahnya yang mungil.
I’m Sorry. I’m late.” Katanya dengan terengah-engah seakan-akan dia baru saja berlari puluhan kilometer.
Oh well… next time don’t be late.” Tukas pak Conwell dengan sedikit marah.
Gadis itu mengangguk mengerti pada pak Brown dan pak Conwell. Kemudian matanya beralih menatapku. Aku tersenyum sopan padanya.
 “You’re Suma right? I’m Shelby Antonette. Just call me Shelb if you don’t mind.
Kujabat tangannya kembali. “Yeah, I’m Suma. Nice to meet you.”
Syuting berlangsung sekitar satu setengah bulan, Dalam film itu diceritakan aku dan Shelby menjadi pasangan kekasih. Shelby membantuku dan mengajarkanku berakting saat break syuting. Dia gadis yang cantik dan berbakat.
Selama satu setengah bulan aku mendapati diriku nyaman berada didekat Shelby. Dia gadis yang baik dan menyenangkan. Ramah dan juga lucu. Dia juga penyanyi namun dia lebih sering menjadi pemain film. Ia lebih berpengalaman dari pada aku. Ternyata usianya empat tahun lebih tua dari pada aku, namun ia bisa menjadi seorang gadis kecil yang lugu kadang-kadang.
30 Januari syuting film sudah selesai, itu berarti adalah hari ini. Aku berencana mengajak Shelby untuk makan malam setelah syuting selesai. Saat aku menanyakan kepadanya niatku dia menyetujuinya.
Kupejamkan mataku dan kuhirup nafas dalam-dalam. Shelby menatapku dengan pandangan bertanya saat kami tiba di restoran mewah di pusat kota London. Aku menatapnya tersenyum dan menggelengkan kepala. Memberi isyarat kepadanya bahwa aku baik-baik saja.
Kami berdua makan dalam keheningan. Sekali-kali kami berbicara. Apapun kami bicarakan. Setelah selesai makan dan aku mengantarnya pulang dengan mobil ferariku. Saat tiba didepan rumahnya aku merasakan de javu. Buru-buru kuguncang jauh-jauh pikiran itu.
Aku menggenggam tangannya dan kutatap matanya. Mata abu-abunya menatapku dengan penuh tanya. “Shelb, um… there was something I want to say.
Yeah, what is it?” Jawabnya lembut.
Kuhirup nafas dalam-dalam. Mungkin ini saatnya. “Shelb, I love you all my heart. But, if you don’t-
Ditutupnya mulutku dengan jarinya. “I love you too.” Jawabnya.
“Aku mencintaimu Shelb.” Kataku. Dia tersenyum pada kata-kataku. Dia mengerti apa yang aku ucapkan. Bahasa indonesianya mungkin tidak begitu bagus. Namun dia bisa mengucapkannya kembali.
“Aku… juga…” Jawabnya mengerutkan kening memikirkan kata-kata yang dia ucapkan kepadaku. “Tidak salah… right?”
Aku tertawa. “Tidak. kau benar. Now, get some sleep. Kau terlihat lelah.”
Dia mengangguk. “Love you.” Bisiknya.
Aku tersenyum mencium pipinya dengan lembut. “Me too.” Bisikku.
Kukendarai mobilku pulang. Aku dan Shelby berpacaran sekarang. Namun kenapa itu sedikit aneh. Aku tidak begitu bahagia. Seperti ada sesuatu yang salah. Namun aku tidak bisa menemukan apa itu.
Aku hanya mendesah. Ini saatnya aku berusaha movin on dan berusaha untuk mencintai orang lain. Saat aku mengatakan kepada Kenzie bahwa aku dan Shelby berpacaran, dia sangat senang sekali untukku. Mengatakan bahwa aku pantas untuk mendapatkan kebahagiaan.
Kesibukan aku dan Shelby membuat kami berdua jarang bertemu. Walaupun begitu, aku sebisa mungkin menelepon Shelby setiap hari dan menanyakan apa yang dia kerjakan. Atau aku mengiriminya bunga. Mudah sekali berbicara dengan Shelby walaupun ditelepon. Cerianya membawa efek bagiku untuk ikut tertawa. Aku mulai mencintai Shelby.

Sesekali aku mengajaknya makan malam. Atau hanya mampir kerumahnya dan menonton film atau berkaraoke bersamanya. Semua begitu mudah aku merasa. Seakan semua beban terlepas dari pundakku saat bersama Shelby. 

A/N : merupakan cerita lama yang hanya tersimpan di memori externalku. :) semoga suka. dan stop mem-plagiat!!! hargailah karya oranglain.

2 komentar:

Tinggalkan komentar kalian setelah membaca ya. Komentarlah dengan bahasa yang baik